INDRI PRATIWI 1203110147 ADMINISTRASI BISNIS UNIVERSITAS TELKOM

Sunday, February 12, 2017

Penerimaan Negara Bukan Pajak


I.     Latar Belakang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud  dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi  Pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan   pemerintahan  dan pembangunan,        mencapai pertumbuhan  ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas  perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.

 APBN ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penetapan APBN dilakukan setelah dilakukan pembahasan antara  Presiden  dan  DPR  terhadap  usulan  RAPBN  dari  Presiden  dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Seperti tahun- tahun sebelumnya, pada tahun 2009, APBN ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008  tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009.

Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah1, yang diperoleh dari :

a.  Penerimaan perpajakan;
b.  Penerimaan negara bukan pajak; dan
c.  Penerimaan Hibah dari dalam negeri dan luar negeri.

PNBP  merupakan  lingkup   keuangan  negara   yang   dikelola   dan dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan  pemeriksaan atas komponen   yang  mempengaruhi  pendapatan          negara                dan              merupakan penerimaan negara2  sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan  kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Menyadari  pentingnya  PNBP,  maka  kemudian  dilakukan  pengaturan dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya melalui :
  • UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  • PP  Nomor  73  Tahun  1999  tentang  Tatacara  Penggunaan  Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;
  • PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana  dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan
  • PP  Nomor  29  Tahun  2009  tentang  Tata  Cara  Penentuan   Jumlah, Pembayaran,  dan  Penyetoran  Penerimaan  Negara  Bukan   Pajak  Yang Terutang.
II.    Permasalahan

Hal-hal apa saja yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut?

III.  Pembahasan

Dalam    peraturan-peraturan    perundang-undangan    tersebut    diatur    hal-hal sebagai berikut :
1.  Definisi PNBP

Penerimaan  Negara  Bukan  Pajak  (PNBP)  adalah  seluruh   penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 1997).

2.  Jenis-jenis PNBP

PNBP dalam UU No. 20 Tahun 1997 dapat dikelompokkan meliputi :
  •  a.  penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; b.  penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
  • c.  penerimaan    dari    hasil-hasil    pengelolaan    kekayaan    Negara    yang
  • dipisahkan;
  • d.  penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
  • e.  penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan  yang  berasal  dari pengenaan denda administrasi;
  • f.    penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan g.  penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Pengelompokan PNBP ini kemudian ditetapkan dalam PP No.  22
Tahun 1997 yang telah diubah dengan PP No. 52 Tahun 1998  dengan menjabarkan jenis-jenis PNBP yang berlaku umum di semua  Departemen dan Lembaga Non Departemen, sebagai berikut :
a.  Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan);
b.  Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara;
c.  Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan Negara;
d.  Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro);
e.  Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi  dan tuntutan perbendaharaan);
f.    Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan  pemerintah; dan
g.  Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.


Thursday, October 6, 2016

Perikatan




Perikatan ialah suatu hubungan (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak yang berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi”.

MACAM-MACAM PERIKATAN

a. Perikatan Bersyarat

Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada sutu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Suatu contoh misalnya suatu perjanjian : saya mengijinkan seorang mendiami rumah saya, dengan ketentuan bhwa perjanjian itu akan berakhir apabila secara mendadak saya diberhentikan dari pekerjaan saya.

b. Perikatan yang Digantungkan pada Suatu Ketetapan Waktu

Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu adalah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana. Sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan dating, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu banyak sekali dalam praktek, seperti perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih dalam waktu setelahnya dan sebagainya.

c. Perikatan yang Membolehkan Memilih

Perikatan yang membolehkan dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.

d. Perikatan Tanggung-menanggung

Suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang erhadapan dengan satu orang yang menghutangan, atau sebaliknya. Beberapa orang yang bersama-sama menghadapi satu orang berpiutang, masing-masing dapat dituntut untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka pembayaran ini juga membebaskan semua teman-teman yang berhutang.

e. Perikatan yang dapat Dibagi dan yang Tidak Dapat Dibagi

Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Hal ini bias any terjadi karena meninggalny satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahliwarisnya.

f. Perikatan dengan Penetapan Hukuman.

Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek bnyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian ini.

WANPRESTASI

Wanprestasi adalah apabila siberhutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukanya. Ia adalah “alpa” atau”lalai” atau “bercedera jaji”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukanya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

CARA-CARA HAPUSNYA SUATU PERIKATAN

Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut:
  1. Pembayaran
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
  3. Pembaharuan hutang
  4. Perjumpaan hutang atau kompensasi
  5. Percampuran hutang
  6. Pembebasan hutang
  7. Musnahnya barang yang terhutang
  8. Kebatalan/pembatalan
  9. Berlakunya suatu syarat batal
  10. Lewatnya waktu
PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN
  • Apabila Suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum
  • Apabila pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat-syarat subyektif, maka sebagaimana sedah kita lihat, perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.
  • Tentang perjanjian yang tidak mengandung suatu hal tertentu dapat dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan masing-masing pihak.
  • Tentang perjanjian yang isinya tidak halal, teranglah bahwa perjanjian yang demikian itu tidak boleh dilaksanakan karena melanggar hukum atau kesusilaan.
  • Kekhilafan atau kekeliruan, terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian.
  • Penipuan, apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan akal=akalan yang cerdik (tipu muslihat) untuk membujuk pihak lawan memberikan perizinannya.
PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN

Dilihat dari hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian dibagi dalam tiga macam, yaitu:

1.           Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang.
2.           Perjanjian untuk berbuat sesuatu.
3.           Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Ada tiga norma-norma yng ikut mengisi suatu perjanjian, yaitu Undang-undang, kebiasaan, dan kepatuhan.

Menurut Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, semua perjanjian itu harus dilaksanakan “dengan itikad baik”

Pelaksanaan PPh Pasal 21 dan Sanksinya Bagi Penerima Pensiun Yang Tidak Memiliki NPWP


Dasar :
  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
1.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2010 Tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
2.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

Berdasarkan peraturan tersebut, disampaikan sebagai berikut :

1.    Setiap Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang melebihi
Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak
setempat untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan kepadanya akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

1.    Bagi Pensiunan TNI/ Polri dan PNS Kemhan/Polri yang tidak mempunyai Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenakan sanksi perpajakan, yaitu atas penghasilan yang diterimanya dikenakan tariff PPh pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Pensiunan yang memiliki NPWP.

1.    Sanksi tersebut di atas dipotong dari penghasilan atau uang pensiun yang
diterima oleh penerima pensiun setiap bulan, sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 80 Tahun 2010 pasal 3 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :
  1. Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang dibebankan kepada APBN atau APBD dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota  POLRI, dan Pensiunannya yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
  2. Tambahan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya.



SISTEM LINIER TAK UBAH WAKTU




 Bab ini membahas tentang sistem linier tak ubah waktu kausal. Pembahasan ini dilakukan dengan mempertimbangkan banyaknya model linier yang digunakan  dalam hampir semua bidang kerekayasaan.

Sistem linier mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a)      Sifat kehomogenan
        Jika input u memberikan keluaran y maka input au akan menghasilkan keluaran ay.

b)      Sifat superposisi
        Jika input u1 and u2 menghasilkan output y1 and y2, dan untuk l input (u1+u2) menghasilkan output (y1+y2). 

2.1.  Pendahuluan

Sistem dapat diartikan sebagai hubungan antara input dan output. Pada umumnya input adalah sebab dan output adalah akibat. Beberapa contoh sistem yang umum kita kenal adalah:
  1. Sebuah rangkaian listrik dengan input tegangan dan / atau arus sumber sedangkan  outputnya yaitu tegangan dan / atau arus yang mengalir pada beberapa titik pada rangkaian tersebut.
  2. Sebuah sistem kanal komunikasi dengan input sebanding dengan sinyal yang ditransmisi pada kanal tersebut sedangkan  outputnya adalah sinyal yang sampai pada ujung kanal.
  3. Sebuah sistem biologi seperti mata manusia dengan input sinyal gambar yang masuk ke retina mata dan outputnya adalah rangsangan syaraf yang selanjutnya diolah di otak untuk pengambilan keputusan informasi apa yang masuk.
  4. Sebuah manipulator robot dengan input n torsi yang diaplikasikan ke robot tersebut dan output posisi akhir salah satu lengannya.
  5. Proses manufaktur, dengan input bahan mentah yang dimasukkan dan outputnya berupa jumlah barang yang diproduksinya.
  6. Lebih spesifik lagi dalam bidang engineering sistem sering diartikan sebagai model matematik yang mengubungkan antara masukan atau gaya luar dengan keluaran atau tanggapan sistem. Sistem dapat diklasifikasikan dalam berbagai kategori.

a)      Sistem kausal dan non kausal
  • ¨      Sistem kausal: y(t) = x(t) + 2x(t-1)
  • ¨      Sistem non kausal: y(t) = x(t+1) – x(t) + 3x(t-2)
Sistem kausal memberikan nilai keluaran terhadap masukan yang telah masuk pada sistem. Semua sistem fisika yang nyata termasuk dalam sistem kausal. Sistem non kausal adalah sistem antisipatif yaitu sistem mampu memberi respon terhadap masukan yang akan datang. Sistem non kausal sering ditemui dalam aplikasi elektrik modern seperti pada sistem kendali adaptif.

b)      Sistem bermemori dan tanpa memori

Sistem bermemori adalah sistem yang keluarannya merupakan fungsi dari masukan sekarang dan masukan sebelumnya.
  • ¨      Sistem bermemori: y(t) = -4x(t-1) + 2x(t)
  • ¨      Sistem tanpa memori: y(t) = 2x(t)