BAB IX
PENYIDIKAN
PENYIDIKAN
Pasal 43A (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan
pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
|
(2)
|
Dalam hal terdapat indikasi tindak
pidana di bidang perpajakan yang menyangkut petugas Direktorat Jenderal
Pajak, Menteri Keuangan dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan
Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.
|
(3)
|
Apabila dari bukti permulaan
ditemukan unsur tindak pidana korupsi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang
tersangkut wajib diproses menurut ketentuan hukum Tindak Pidana Korupsi.
|
(4)
|
Tata cara pemeriksaan bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 43A
Ayat (1)
Informasi, data, laporan, dan
pengaduan yang diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak akan dikembangkan dan
dianalisis melalui kegiatan intelijen atau pengamatan yang hasilnya dapat
ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau tidak
ditindaklanjuti.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 44 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
|
|
(2)
|
Wewenang penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
|
|
|
a.
|
menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
|
|
b.
|
meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
|
|
c.
|
meminta keterangan dan bahan
bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
|
|
d.
|
memeriksa buku, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
|
|
e.
|
melakukan penggeledahan untuk
mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
|
|
f.
|
meminta bantuan tenaga ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
|
|
g.
|
menyuruh berhenti dan/atau
melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan
sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen
yang dibawa;
|
|
h.
|
memotret seseorang yang
berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
|
|
i.
|
memanggil orang untuk didengar
keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
|
|
j.
|
menghentikan penyidikan; dan/atau
|
|
k.
|
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
(3)
|
Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
|
|
(4)
|
Dalam rangka pelaksanaan
kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik dapat
meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
|
Penjelasan Pasal 44
Ayat (1)
Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang
diangkat sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan oleh pejabat yang
berwenang adalah penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Ayat (2)
Pada ayat
ini diatur wewenang Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan,
termasuk melakukan penyitaan. Penyitaan tersebut dapat dilakukan, baik terhadap
barang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk rekening bank, piutang, dan surat
berharga milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, dan/atau pihak lain yang telah
ditetapkan sebagai tersangka.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 44A (UU No. 9 Tahun 1994)
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) menghentikan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf j dalam hal tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau tersangka meninggal dunia.
Penjelasan Pasal 44A
Dalam hal
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan kecuali karena
peristiwanya telah daluwarsa, maka surat ketetapan pajak tetap dapat
diterbitkan.
Pasal 44B (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan,
Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
|
(2)
|
Penghentian penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
|
Penjelasan Pasal 44B
Ayat (1)
Untuk kepentingan
penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat
menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan sepanjang perkara pidana
tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.