BAB IV
PENAGIHAN PAJAK
PENAGIHAN PAJAK
Pasal 18 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar
penagihan pajak.
|
(2)
|
Dihapus.
|
Penjelasan Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dihapus.
Pasal 19 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo
pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai
dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak
diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak
yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
(3)
|
Dalam hal Wajib Pajak
diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata
penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan
pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan
huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
Penjelasan
Pasal 19
Ayat (1)
Ayat ini mengatur pengenaan
sanksi administrasi berupa bunga berdasarkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan atau
terlambat dibayar.
Contoh:
a.
|
Jumlah pajak yang masih harus
dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar
Rp10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008, dengan batas akhir
pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran sampai dengan tanggal 6
November 2008 Rp6.000.000,00. Pada tanggal 1 Desember 2008 diterbitkan Surat
Tagihan Pajak dengan perhitungan sebagai berikut:
|
||||||||
b.
|
Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
tersebut pada huruf a, Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3
Desember 2008 dan pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan
Pajak, sanksi administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
|
Ayat (2)
Ayat ini
mengatur pengenaan sanksi administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak
diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
Contoh:
a.
|
Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar
Rp1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas
akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan
untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan
jumlah yang tetap sebesar Rp224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap
angsuran dihitung sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||
b.
|
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal
30 Juni 2009.
Sanksi administrasi berupa bunga
atas penundaan pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar
5 x 2% x Rp1.120.000,00 = Rp112.000,00.
|
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan
jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh
Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|
(2)
|
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penagihan seketika dan
sekaligus dilakukan apabila:
|
|
|
a.
|
Penanggung Pajak akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
|
|
b.
|
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau
pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
|
|
c.
|
terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usaha
atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan
yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
|
|
d.
|
badan usaha akan dibubarkan
oleh negara; atau
|
|
e.
|
terjadi penyitaan atas barang
Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
|
(3)
|
Penagihan pajak dengan Surat Paksa
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
Penjelasan Pasal 20
Ayat (1)
Apabila jumlah utang pajak
tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran atau
sampai dengan tanggal jatuh tempo penundaan pembayaran, atau Wajib Pajak tidak
memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihannya dilaksanakan dengan Surat
Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut dilaksanakan terhadap Penanggung
Pajak.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
"penagihan seketika dan sekaligus" adalah tindakan penagihan pajak
yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Negara mempunyai hak mendahulu
untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
|
|
(2)
|
Ketentuan tentang hak mendahulu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi
berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.
|
|
(3)
|
Hak mendahulu untuk utang pajak
melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
|
|
|
a.
|
biaya perkara yang hanya
disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak
dan/atau barang tidak bergerak;
|
|
b.
|
biaya yang telah dikeluarkan
untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
|
|
c.
|
biaya perkara, yang hanya
disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.
|
(3a)
|
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan
pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan
yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib
Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau
kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang
pajak Wajib Pajak tersebut.
|
|
(4)
|
Hak mendahulu hilang setelah
melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah.
|
|
(5)
|
Perhitungan
jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
dalam hal Surat Paksa untuk
membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa;
atau
|
|
b.
|
dalam hal diberikan penundaan
pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima)
tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.
|
Penjelasan Pasal 21
Ayat (1)
Ayat ini
menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai
hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di
muka umum.
Pembayaran
kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan
biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali.
|
|
(2)
|
Daluwarsa penagihan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
|
|
|
a.
|
diterbitkan Surat Paksa;
|
|
b.
|
ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung;
|
|
c.
|
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau
|
|
d.
|
dilakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan.
|
Penjelasan Pasal 22
Ayat (1)
Saat daluwarsa
penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang
pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi.
Daluwarsa penagihan pajak 5
(lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan surat ketetapan pajak
diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan,
banding atau Peninjauan Kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun
dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Ayat (2)
Daluwarsa penagihan pajak dapat
melampaui 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:
a.
|
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada
Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak sampai dengan
tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan
pajak dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa tersebut.
|
b.
|
Wajib Pajak
menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara mengajukan permohonan angsuran
atau penundaan pembayaran utang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran.
Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat
permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima oleh
Direktur Jenderal Pajak.
|
c.
|
Terdapat
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan yang diterbitkan terhadap Wajib Pajak karena Wajib Pajak melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana lain yang dapat
merugikan pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan
pajak dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak tersebut.
|
d.
|
Terhadap
Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,
daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Perintah
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
|
Pasal 23 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Dihapus.
|
|
(2)
|
Gugatan Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak terhadap:
|
|
|
a.
|
pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
|
|
b.
|
keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
|
|
c.
|
keputusan yang berkaitan dengan
pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat
(1) dan Pasal 26; atau
|
|
d.
|
penerbitan surat ketetapan
pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai
dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
|
|
hanya dapat diajukan kepada
badan peradilan pajak.
|
|
(3)
|
Dihapus.
|
Penjelasan Pasal 23
Ayat (1)
Dihapus.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dihapus.
Pasal 24 (UU No. 28 Tahun 2007)
Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 24
Menteri
Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang
pajak yang tidak dapat ditagih lagi, antara lain karena Wajib Pajak telah
meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan, Wajib Pajak
badan yang telah selesai proses pailitnya, atau Wajib Pajak yang tidak memenuhi
syarat lagi sebagai subjek pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak telah
daluwarsa. Melalui cara ini dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo
piutang pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan.