BAB VI
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 28 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
|
(2)
|
Wajib Pajak yang dikecualikan dari
kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak
orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
|
(3)
|
Pembukuan atau pencatatan tersebut
harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
|
(4)
|
Pembukuan atau pencatatan harus
diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
|
(5)
|
Pembukuan
diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas.
|
(6)
|
Perubahan terhadap metode
pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak.
|
(7)
|
Pembukuan sekurang-kurangnya
terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,
serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang.
|
(8)
|
Pembukuan dengan menggunakan
bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib
Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
|
(9)
|
Pencatatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
|
(10)
|
Dihapus.
|
(11)
|
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan
selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat
tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak
badan.
|
(12)
|
Bentuk dan tata cara pencatatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Prinsip taat asas adalah prinsip
yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk
mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan
misalnya dalam penerapan:
a.
|
stelsel pengakuan penghasilan;
|
b.
|
tahun buku;
|
c.
|
metode penilaian persediaan; atau
|
d.
|
metode penyusutan dan amortisasi.
|
Stelsel akrual adalah suatu
metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada
waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan
penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai.
Termasuk dalam
pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode
persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang
konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti
build operate and transfer (BOT) dan real estat.
Stelsel kas adalah suatu metode
yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang
dibayar secara tunai.
Menurut stelsel
kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah
diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap
sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu
periode tertentu.
Stelsel kas biasanya digunakan
oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya
transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa
dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni,
penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran
dari pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan
biaya operasi lain dibayar.
Dengan cara ini, pemakaian
stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap
penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan
dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk
penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan
hal-hal antara lain sebagai berikut:
1)
|
Penghitungan jumlah penjualan
dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun
yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan
seluruh pembelian dan persediaan.
|
2)
|
Dalam memperoleh harta yang dapat
disusutkan dan hak- hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang
dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan
amortisasi.
|
3)
|
Pemakaian
stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).
|
Dengan demikian penggunaan
stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran.
Ayat (6)
Pada dasarnya metode pembukuan
yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya,
misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode
kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan metode penilaian persediaan.
Namun, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan
harus diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku
yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima
serta akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan
metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang
dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau
perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu
sendiri, misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan
aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.
Contoh:
Wajib Pajak dalam tahun 2008
menggunakan metode penyusutan garis lurus atau straight line method. Jika dalam
tahun 2009 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan
menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining balance method,
Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal
Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2009 dengan menyebutkan
alasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan akibat dari perubahan
tersebut.
Selain itu,
perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah penghasilan atau
kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu, perubahan tersebut juga harus mendapat
persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Tahun Pajak adalah sama dengan
tahun kalender kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun kalender.
Apabila Wajib Pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, penyebutan Tahun Pajak yang
bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama
atau lebih.
Contoh:
a.
|
Tahun buku 1 Juli 2008 sampai
dengan 30 Juni 2009 adalah Tahun Pajak 2008.
|
b.
|
Tahun buku 1 Oktober 2008
sampai dengan 30 September 2009 adalah Tahun Pajak 2009.
|
Ayat (7)
Pengertian
pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 29. Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan
agar berdasarkan pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang.
Selain dapat
dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak lainnya juga harus dapat dihitung
dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah
harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah
harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah
pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Dengan
demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim
dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Pencatatan oleh Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi peredaran
atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya, sedangkan bagi mereka
yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas,
pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan neto
yang merupakan objek Pajak Penghasilan.
Di samping itu, pencatatan
meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak
yang bersifat final.
Ayat (10)
Dihapus.
Ayat (11)
Buku, catatan, dan dokumen
termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi on-line dan hasil
pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar
apabila Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan
pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera
disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan
yang mengatur mengenai batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara program
aplikasi on-line harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan,
kelayakan, dan kewajaran penyimpanan.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Pasal 29 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|
(2)
|
Untuk keperluan pemeriksaan,
petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi
dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak
yang diperiksa.
|
|
(3)
|
Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
|
|
|
a.
|
memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
|
|
b.
|
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
|
|
c.
|
memberikan keterangan lain yang diperlukan.
|
(3a)
|
Buku, catatan, dan dokumen, serta
data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib
dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan
disampaikan.
|
|
(3b)
|
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
sehingga tidak dapat dihitung besarnya penghasilan kena pajak, penghasilan
kena pajak tersebut dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|
(4)
|
Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta
keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh
permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
Penjelasan Pasal 29
Ayat (1)
Direktur Jenderal Pajak dalam
rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan
pemeriksaan untuk:
a.
|
menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak; dan/atau
|
b.
|
tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
Pemeriksaan dapat dilakukan di
kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan)
yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa
jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun
untuk tahun berjalan.
Pemeriksaan
dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi pemerintah dan
badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.
Pelaksanaan pemeriksaan dalam
rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan
menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan
pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau
kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak.
Selain itu, pemeriksaan dapat
juga dilakukan untuk tujuan lain, di antaranya:
a.
|
pemberian Nomor Pokok Wajib
Pajak secara jabatan;
|
b.
|
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
c.
|
pengukuhan atau pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
d.
|
Wajib Pajak mengajukan keberatan;
|
e.
|
pengumpulan bahan guna penyusunan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
|
f.
|
pencocokan data dan/atau alat
keterangan;
|
g.
|
penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
|
h.
|
penentuan satu atau lebih
tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
|
i.
|
pemeriksaan dalam rangka
penagihan pajak;
|
j.
|
penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan;
dan/atau
|
k.
|
pemenuhan permintaan informasi
dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
|
Ayat (2)
Pemeriksaan
dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya. Oleh karena itu,
petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan
Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang
diperiksa. Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan
kepada Wajib Pajak.
Petugas
pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki
keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam menjalankan tugasnya, petugas
pemeriksa harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan,
dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Pendapat dan simpulan petugas
pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta
berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Petugas
pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ayat (3)
Kewajiban yang
harus dipenuhi oleh Wajib Pajak yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat
ini disesuaikan dengan tujuan dilakukannya pemeriksaan baik dalam rangka
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maupun untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Apabila Wajib Pajak
menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan dengan menggunakan proses pengolahan
data secara elektronik (electronic data processing/EDP), baik yang
diselenggarakan sendiri maupun yang diselenggarakan melalui pihak lain, Wajib
Pajak harus memberikan akses kepada petugas pemeriksa untuk mengakses dan/atau
mengunduh data dari catatan, dokumen, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau
objek yang terutang pajak.
Berdasarkan ayat ini Wajib Pajak
yang diperiksa juga memiliki kewajiban memberikan kesempatan kepada pemeriksa
untuk memasuki tempat atau ruangan yang merupakan tempat penyimpanan dokumen,
uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib
Pajak dan melakukan peminjaman dan/atau pemeriksaan di tempat-tempat tersebut.
Dalam hal petugas pemeriksa
membutuhkan keterangan lain selain buku, catatan, dan dokumen lain, Wajib Pajak
harus memberikan keterangan lain yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau
keterangan lisan.
Keterangan
tertulis misalnya:
a.
|
surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik;
|
b.
|
keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya;
|
c.
|
surat pernyataan tentang kepemilikan harta; atau
|
d.
|
surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup.
|
Keterangan
lisan misalnya:
a.
|
wawancara
tentang proses pembukuan Wajib Pajak;
|
b.
|
wawancara
tentang proses produksi Wajib Pajak; atau
|
c.
|
wawancara dengan manajemen tentang transaksi-transaksi yang bersifat
khusus.
|
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (3b)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Untuk
mencegah adanya dalih bahwa Wajib Pajak yang sedang diperiksa terikat pada
kerahasiaan sehingga pembukuan, catatan, dokumen serta keterangan-keterangan
lain yang diperlukan tidak dapat diberikan oleh Wajib Pajak maka ayat ini
menegaskan bahwa kewajiban merahasiakan itu ditiadakan.
Pasal 29A (UU No. 28 Tahun 2007)
Terhadap
Wajib Pajak badan yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan
efektif oleh badan pengawas pasar modal dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
dengan dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian yang:
a.
|
Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib
Pajak menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B; atau
|
b.
|
terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko
|
dapat dilakukan
pemeriksaan melalui Pemeriksaan Kantor.
Penjelasan Pasal 29A
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan fasilitas kepada Wajib Pajak yang mendaftarkan
sahamnya di bursa efek, yaitu dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan,
pemeriksaannya dapat melalui Pemeriksaan Kantor. Dengan Pemeriksaan Kantor,
proses pemeriksaan menjadi lebih sederhana dan cepat penyelesaiannya sehingga
Wajib Pajak semakin cepat mendapatkan kepastian hukum, dibandingkan melalui
Pemeriksaan Lapangan.
Mengingat
pemeriksaan dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor dan jangka waktu
pemeriksaannya cukup singkat, Direktur Jenderal Pajak melalui Wajib Pajak dapat
meminta kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik.
Pasal 30 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau
ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak apabila Wajib
Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3)
huruf b.
|
(2)
|
Tata cara
penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 30
Ayat (1)
Dalam pemeriksaan dapat ditemukan
adanya Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 29
ayat (3) huruf b, yakni tidak memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk
memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya,
Wajib Pajak tidak berada di tempat atau sengaja tidak memberikan kesempatan
kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
Wajib Pajak
yang pada saat dilakukan pemeriksaan tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa
untuk memasuki tempat, ruang, dan barang bergerak dan/atau tidak bergerak,
serta mengakses data yang dikelola secara elektronik atau tidak memberi bantuan
guna kelancaran pemeriksaan dianggap menghalangi pelaksanaan pemeriksaan.
Dalam hal
demikian, untuk memperoleh buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola
secara elektronik dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa dipandang perlu
memberi kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak yang dilaksanakan oleh
pemeriksa untuk melakukan penyegelan terhadap tempat, ruang, dan barang
bergerak dan/atau tidak bergerak.
Penyegelan merupakan upaya
terakhir pemeriksa untuk mernperoleh atau mengamankan buku, catatan, dokumen
termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat
memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang
diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak,
ditukar, atau dipalsukan.
Penyegelan data
elektronik dilakukan sepanjang tidak menghentikan kelancaran kegiatan
operasional perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 31 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Tata cara pemeriksaan diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(2)
|
Tata cara pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di antaranya mengatur tentang pemeriksaan ulang,
jangka waktu pemeriksaan, kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
|
(3)
|
Apabila dalam pelaksanaan
pemeriksaan Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (3) sehingga penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan
secara jabatan, Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan memberikan hak kepada
Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas
waktu yang ditentukan.
|
Penjelasan Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Untuk lebih memberikan
keseimbangan hak kepada Wajib Pajak dalam menanggapi temuan hasil pemeriksaan,
dalam tata cara pemeriksaan tersebut, antara lain, mengatur kewajiban
menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan
memberikan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil Pemeriksaan
dalam batas waktu yang ditentukan. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam
batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ayat (3)
Cukup jelas.