BAB VII
KETENTUAN KHUSUS
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 32 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
|
|
|
a.
|
badan oleh pengurus;
|
|
b.
|
badan yang dinyatakan pailit
oleh kurator;
|
|
c.
|
badan dalam pembubaran oleh
orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
|
|
d.
|
badan dalam likuidasi oleh
likuidator;
|
|
e.
|
suatu warisan yang belum
terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang
mengurus harta peninggalannya; atau
|
|
f.
|
anak yang belum dewasa atau
orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.
|
(2)
|
Wakil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertanggungjawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas
pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan
meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya
benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang
terutang tersebut.
|
|
(3)
|
Orang pribadi atau badan dapat
menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
|
|
(3a)
|
Persyaratan serta pelaksanaan hak
dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
|
(4)
|
Termasuk dalam pengertian pengurus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah orang yang nyata-nyata
mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan
dalam menjalankan perusahaan.
|
Penjelasan Pasal 32
Ayat (1)
Dalam Undang-Undang ini ditentukan
siapa yang menjadi wakil untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak terhadap badan, badan yang dinyatakan pailit, badan dalam pembubaran,
badan dalam likuidasi, warisan yang belum dibagi, dan anak yang belum dewasa
atau orang yang berada dalam pengampuan. Bagi Wajib Pajak tersebut perlu
ditentukan siapa yang menjadi wakil atau kuasanya karena mereka tidak dapat
atau tidak mungkin melakukan sendiri tindakan hukum tersebut.
Ayat (2)
Ayat ini menegaskan bahwa
wakil Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang ini bertanggung jawab secara
pribadi atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang.
Pengecualian dapat
dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila wakil Wajib Pajak dapat
membuktikan dan meyakinkan bahwa dalam kedudukannya, menurut kewajaran dan
kepatutan, tidak mungkin dimintai pertanggungjawaban.
Ayat (3)
Ayat ini memberikan
kelonggaran dan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk meminta bantuan pihak lain
yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas namanya,
membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Bantuan
tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak
Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Yang
dimaksud dengan "kuasa" adalah orang yang menerima kuasa khusus dari
Wajib Pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu
dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Ayat (3a)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Orang yang
nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau
mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya
berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan
sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan
pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, termasuk
dalam pengertian pengurus. Ketentuan dalam ayat ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang saham
mayoritas atau pengendali.
Pasal 33 (UU No. 28 Tahun 2007)
Dihapus.
Penjelasan Pasal 33
Dihapus.
Pasal 34 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka
jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
|
|
(2)
|
Larangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
|
|
(2a)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) adalah:
|
|
|
a.
|
pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli
dalam sidang pengadilan; atau
|
|
b.
|
pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk
memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah
yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.
|
(3)
|
Untuk kepentingan negara, Menteri
Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang
Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.
|
|
(4)
|
Untuk kepentingan pemeriksaan di
pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan Hakim sesuai
dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri Keuangan dapat
memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan
memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
|
|
(5)
|
Permintaan hakim sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat,
keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang
bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
|
Penjelasan Pasal 34
Ayat (1)
Setiap pejabat, baik petugas
pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan,
antara lain:
a.
|
Surat Pemberitahuan, laporan
keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
|
b.
|
data yang diperoleh dalam
rangka pelaksanaan pemeriksaan;
|
c.
|
dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat
rahasia;
|
d.
|
dokumen dan/atau rahasia Wajib
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan.
|
Ayat (2)
Para ahli, seperti ahli bahasa,
akuntan, dan pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan adalah sama dengan petugas pajak
yang dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Ayat (2a)
Keterangan yang dapat
diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum
tentang perpajakan.
Identitas Wajib Pajak meliputi:
1.
|
nama Wajib Pajak;
|
2.
|
Nomor Pokok Wajib Pajak;
|
3.
|
alamat Wajib Pajak;
|
4.
|
alamat kegiatan usaha;
|
5.
|
merek usaha; dan/atau
|
6.
|
kegiatan usaha Wajib Pajak.
|
Informasi yang bersifat umum
tentang perpajakan meliputi:
a.
|
penerimaan pajak secara nasional;
|
b.
|
penerimaan pajak per Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak;
|
c.
|
penerimaan pajak per jenis pajak;
|
d.
|
penerimaan pajak per
klasifikasi lapangan usaha;
|
e.
|
jumlah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar;
|
f.
|
register permohonan Wajib Pajak;
|
g.
|
tunggakan pajak secara
nasional; dan/atau
|
h.
|
tunggakan pajak per Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak.
|
Ayat (3)
Untuk
kepentingan negara, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau dalam
rangka mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah lain, keterangan atau
bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan
kepada pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Dalam surat izin yang diterbitkan
oleh Menteri Keuangan harus dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang
ditunjuk, dan nama pejabat, ahli, atau tenaga ahli yang diizinkan untuk
memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang
Wajib Pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas dalam hal-hal yang
dipandang perlu oleh Menteri Keuangan.
Ayat (4)
Untuk melaksanakan pemeriksaan
pada sidang pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan
dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan, Menteri Keuangan
memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan
para ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) atas permintaan
tertulis hakim ketua sidang.
Ayat (5)
Ayat ini
merupakan pembatasan dan penegasan bahwa keterangan perpajakan yang diminta
hanya mengenai perkara pidana atau perdata tentang perbuatan atau peristiwa
yang menyangkut bidang perpajakan dan hanya terbatas pada tersangka yang
bersangkutan.
Pasal 35 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik,
notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya,
yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak,
penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas
permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib
memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
|
(2)
|
Dalam hal pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan
pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank,
kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.
|
(3)
|
Tata cara permintaan keterangan
atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 35
Ayat (1)
Untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, atas permintaan tertulis Direktur
Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan
pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan
dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak atau
penagihan pajak atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan harus
memberikan keterangan atau bukti-bukti yang diminta.
Yang
dimaksud dengan "konsultan pajak" adalah setiap orang yang dalam lingkungan
pekerjaannya secara bebas memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ayat (2)
Untuk
kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35A (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada
Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (2).
|
(2)
|
Dalam hal data dan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak
berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
|
Penjelasan Pasal 35A
Ayat (1)
Dalam rangka
pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi
penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan
pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi
dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat
menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau
kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan
dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar
Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam rangka
pelaksanaan ketentuan ini, sumber, jenis, dan tata cara penyampaian data dan
informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat (2)
Apabila data
dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang diberikan oleh instansi
pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain belum mencukupi, untuk
kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal Pajak dapat menghimpun data
dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan sehubungan dengan terjadinya
suatu peristiwa yang diperkirakan berkaitan dengan pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dengan memperhatikan ketentuan tentang kerahasiaan atas
data dan informasi dimaksud.
Pasal 36 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak karena
jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
|
||
|
a.
|
mengurangkan atau menghapuskan
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi
tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya;
|
|
|
b.
|
mengurangkan atau membatalkan
surat ketetapan pajak yang tidak benar;
|
|
|
c.
|
mengurangkan atau membatalkan
Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;
atau
|
|
|
d.
|
membatalkan hasil pemeriksaan
pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan
tanpa:
|
|
|
|
1.
|
penyampaian surat pemberitahuan
hasil pemeriksaan; atau
|
|
|
2.
|
pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
|
(1a)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib
Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
|
||
(1b)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak 1 (satu) kali.
|
||
(1c)
|
Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterima, harus memberi keputusan atas permohonan yang
diajukan.
|
||
(1d)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1c) telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dianggap dikabulkan.
|
||
(1e)
|
Apabila diminta oleh Wajib Pajak,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1c).
|
||
(2)
|
Ketentuan pelaksanaan ayat (1),
ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c), ayat (1d), dan ayat (1e) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 36
Ayat (1)
Dalam praktik dapat ditemukan
sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak tidak tepat karena
ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani Wajib Pajak yang tidak
bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat
dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Selain itu,
Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dan
berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan
pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak yang ditolak pengajuan
keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal (memasukkan surat
keberatan tidak pada waktunya) meskipun persyaratan material terpenuhi.
Demikian juga, atas Surat
Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan pengurangan atau pembatalan oleh
Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.
Dalam rangka
memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak
atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil
pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan atau tanpa dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan
Wajib Pajak. Namun, dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib
Pajak tidak dapat dipertimbangkan.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Ayat (1b)
Cukup jelas.
Ayat (1c)
Cukup jelas.
Ayat (1d)
Cukup jelas.
Ayat (1e)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36A (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung
atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
(2)
|
Pegawai pajak yang dalam melakukan
tugasnya dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit
internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan
investigasi dan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
(3)
|
Pegawai pajak yang dalam melakukan
tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak
untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
|
(4)
|
Pegawai pajak yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima
pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam
dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.
|
(5)
|
Pegawai pajak tidak dapat
dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan
tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
|
Penjelasan Pasal 36A
Ayat (1)
Dalam rangka
mengamankan penerimaan negara dan meningkatkan profesionalisme pegawai pajak
dalam melaksanakan ketentuan undang-undang perpajakan, terhadap pegawai pajak
yang dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak yang tidak sesuai dengan
undang-undang sehingga mengakibatkan kerugian pada pendapatan Negara dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Ayat ini mengatur pelanggaran
yang dilakukan pegawai pajak, misalnya apabila pegawai pajak melakukan
pelanggaran di bidang kepegawaian, pegawai pajak dapat diadukan karena telah
melanggar peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Apabila pegawai
pajak dianggap melakukan tindak pidana, pegawai pajak dapat diadukan karena
telah melakukan tindak pidana. Demikian juga, apabila pegawai pajak melakukan
tindak pidana korupsi, pegawai pajak dapat diadukan karena melakukan tindak
pidana korupsi.
Dalam keadaan demikian, Wajib
Pajak dapat mengadukan pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak tersebut kepada
unit internal Departemen Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pegawai
pajak dalam melaksanakan tugasnya dianggap berdasarkan iktikad baik apabila
pegawai pajak tersebut dalam melaksanakan tugasnya tidak untuk mencari
keuntungan bagi diri sendiri, keluarga, kelompok, dan/atau tindakan lain yang
berindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme.
Pasal 36B (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Menteri Keuangan berkewajiban
untuk membuat kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
|
(2)
|
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
wajib mematuhi kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
|
(3)
|
Pengawasan pelaksanaan dan
penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak
dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 36B
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 36C (UU No. 28 Tahun 2007)
Menteri Keuangan membentuk komite pengawas perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 36C
Cukup jelas.
Pasal 36D (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Direktorat Jenderal Pajak dapat
diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
|
(2)
|
Pemberian
insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
|
(3)
|
Tata cara
pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 36D
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemberian besarnya insentif
dilakukan melalui pembahasan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan alat
kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi masalah keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 37 (UU No. 16 Tahun 2000)
Perubahan besarnya imbalan bunga
dan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 37
Sesuai dengan
keadaan ekonomi keuangan, nilai uang akan dapat berubah-ubah. Karena itu
undang-undang memberikan wewenang kepada Pemerintah apabila diperlukan dapat
mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengubah dan menyesuaikan besarnya
imbalan bunga dan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, sesuai
dengan keadaan ekonomi keuangan.
Pasal 37A (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang
masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lambat tangal 28
Pebruari 2009, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran
pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan. (Perpu No. 5 Tahun 2008)
|
(2)
|
Wajib Pajak orang pribadi yang
secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan
penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar
untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak
dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang
menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar
atau menyatakan lebih bayar.
|
Penjelasan
Pasal 37A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.