BAB III
PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK
PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK
Pasal 12 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
|
(2)
|
Jumlah Pajak yang terutang menurut
Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
|
(3)
|
Apabila Direktur Jenderal Pajak
mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang.
|
Penjelasan Pasal 12
Ayat (1)
Pajak pada prinsipnya terutang
pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk
kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
a.
|
pada suatu saat, untuk Pajak
Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
|
b.
|
pada akhir masa, untuk Pajak
Penghasilan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak
lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah; atau
|
c.
|
pada akhir
Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
|
Jumlah pajak yang terutang yang
telah dipotong, dipungut, atau pun yang harus dibayar oleh Wajib Pajak setelah
tiba saat atau masa pelunasan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan
Pasal 10 ayat (2), oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui
tempat pembayaran
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Berdasarkan
Undang-Undang ini, Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk
menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang
disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat
Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh
Wajib Pajak.
Ayat (2)
Ketentuan
ini mengatur bahwa kepada Wajib Pajak yang telah menghitung dan membayar
besarnya pajak yang terutang secara benar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan dalam Surat Pemberitahuan,
tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak atau pun Surat Tagihan Pajak.
Ayat (3)
Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, misalnya
pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 13 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam
hal-hal sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar;
|
|
b.
|
apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran;
|
|
c.
|
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai
tarif 0% (nol persen);
|
|
d.
|
apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak
dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
|
|
e.
|
apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (4a).
|
(2)
|
Jumlah kekurangan pajak yang
terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar.
|
|
(3)
|
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan
huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
|
|
|
a.
|
50% (lima puluh persen) dari
Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
|
|
b.
|
100% (seratus persen) dari
Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak
atau kurang disetor; atau
|
|
c.
|
100% (seratus persen) dari
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang tidak atau kurang dibayar.
|
(4)
|
Besarnya pajak yang terutang yang
diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.
|
|
(5)
|
Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan
persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak
setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
|
|
(6)
|
Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 13
Ayat (1)
Ketentuan
ayat ini memberi wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yang pada hakikatnya hanya
terhadap kasus-kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat ini. Dengan
demikian, hanya terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban
material. Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoleh atau
dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi
faktur pajak dan bukti pemotongan Pajak Penghasilan. Wewenang yang diberikan
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal
Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut dibatasi sampai dengan kurun
waktu 5 (lima) tahun.
Menurut
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar baru diterbitkan jika Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana
mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Diketahuinya
Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak karena dilakukan pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui
bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar dari jumlah pajak yang seharusnya
terutang.
Pemeriksaan
dapat dilakukan di tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat juga diterbitkan
dalam hal Direktur Jenderal Pajak memiliki data lain di luar data yang
disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, dari data tersebut dapat dipastikan bahwa
Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana mestinya. Untuk memastikan kebenaran data
itu, terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan.
Surat
Pemberitahuan yang tidak disampaikan pada waktunya walaupun telah ditegur secara
tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam
Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b membawa akibat
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
secara jabatan. Terhadap ketetapan seperti ini dikenai sanksi administrasi
berupa kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Teguran, antara
lain, dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Wajib Pajak yang beriktikad
baik untuk menyampaikan alasan atau sebab-sebab tidak dapat disampaikannya
Surat Pemberitahuan karena sesuatu hal di luar kemampuannya (force majeur).
Bagi Wajib
Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan di bidang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang mengakibatkan pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar ditambah dengan kenaikan sebesar 100% (seratus persen).
Bagi Wajib
Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
atau pada saat diperiksa tidak memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menghitung jumlah pajak
yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Direktur
Jenderal Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan
penghitungan secara jabatan, yaitu penghitungan pajak didasarkan pada data yang
tidak hanya diperoleh dari Wajib Pajak saja.
Pembuktian atas uraian
penghitungan yang dijadikan dasar penghitungan secara jabatan oleh Direktur
Jenderal Pajak dibebankan kepada Wajib Pajak. Sebagai contoh:
1.
|
pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak lengkap sehingga
penghitungan laba rugi atau peredaran tidak jelas;
|
2.
|
dokumen-dokumen
pembukuan tidak lengkap sehingga angka-angka dalam pembukuan tidak dapat
diuji; atau
|
3.
|
dari rangkaian pemeriksaan
dan/atau fakta-fakta yang diketahui besar dugaan disembunyikannya dokumen
atau data pendukung lain di suatu tempat tertentu sehingga dari sikap
demikian jelas Wajib Pajak telah tidak menunjukkan iktikad baiknya untuk
membantu kelancaran jalannya pemeriksaan.
|
Beban pembuktian tersebut
berlaku juga bagi ketetapan yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b.
Ayat (2)
Ayat ini
mengatur sanksi administrasi perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak
karena melanggar kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf e. Sanksi administrasi perpajakan tersebut berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan yang dicantumkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
Sanksi
administrasi berupa bunga, dihitung dari jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan.
Walaupun
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut diterbitkan lebih dari 2 (dua)
tahun sejak berakhirnya Tahun Pajak, bunga dikenakan atas kekurangan tersebut
hanya untuk masa 2 (dua) tahun.
Contoh: Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Pajak Penghasilan.
Wajib Pajak PT A mempunyai penghasilan
kena pajak selama Tahun Pajak 2006 sebesar Rp100.000.000,00 dan menyampaikan
Surat Pemberitahuan tepat waktu.
Pada bulan April 2009
berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
maka sanksi bunga dihitung sebagai berikut:
1.
|
Penghasilan Kena Pajak Rp100.000.000,00
|
|
2.
|
Pajak yang terutang
(30% x Rp100.000.000,00)
|
Rp 30.000.000,00
|
3.
|
Kredit pajak
|
Rp 10.000.000.00 (-)
|
4.
|
Pajak yang kurang dibayar
|
Rp 20.000.000,00
|
5.
|
Bunga 24 bulan (24 x 2% x Rp20.000.000,00)
|
Rp 9.600.000,00 (+)
|
6.
|
Jumlah pajak yang masih harus dibayar
|
Rp 29.600.000,00
|
Dalam hal pengusaha tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
selain harus menyetor pajak yang terutang, pengusaha tersebut juga dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pajak
yang kurang dibayar yang dihitung sejak berakhirnya Masa Pajak untuk paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Ayat (3)
Ayat ini
mengatur sanksi administrasi dari suatu ketetapan pajak karena melanggar
kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan
huruf d. Sanksi administrasi berupa kenaikan merupakan suatu jumlah
proporsional yang harus ditambahkan pada pokok pajak yang kurang dibayar.
Besarnya sanksi administrasi
berupa kenaikan berbeda-beda menurut jenis pajaknya, yaitu untuk jenis Pajak
Penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 50% (lima puluh persen), untuk jenis Pajak Penghasilan yang dipotong oleh
orang atau badan lain sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen), sedangkan untuk jenis Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen).
Ayat (4)
Untuk memberikan kepastian
hukum bagi Wajib Pajak berkenaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak dengan
sistem self assessment, apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak tidak
menerbitkan surat ketetapan pajak, jumlah pembayaran pajak yang diberitahukan
dalam Surat Pemberitahuan Masa atau Surat Pemberitahuan Tahunan pada hakikatnya
telah menjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ayat (5)
Apabila
terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,
untuk menentukan kerugian pada pendapatan negara, atas jumlah pajak yang
terutang belum dikeluarkan surat ketetapan pajak.
Untuk mengetahui bahwa Wajib
Pajak memang benar-benar melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, harus
dibuktikan melalui proses pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dari 5
(lima) tahun. Kemungkinan dapat terjadi bahwa Wajib Pajak yang disidik oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil, tetapi oleh penuntut umum tidak dituntut
berdasarkan sanksi pidana perpajakan, misalnya Wajib Pajak yang dijatuhi pidana
oleh pengadilan karena melakukan penyelundupan yang dalam putusan pengadilan
tersebut menunjukkan adanya suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak.
Oleh karena
itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang tersebut, dalam hal
Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau
tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar masih dibenarkan untuk diterbitkan, ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima)
tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 13A (UU No. 28 Tahun 2007)
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Penjelasan Pasal 13A
Pengenaan
sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak. Namun, bagi Wajib Pajak yang melanggar pertama kali ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai
sanksi administrasi.
Oleh karena
itu, Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara tidak dikenai sanksi pidana apabila
kealpaan tersebut pertama kali dilakukan Wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib
Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang
beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen)
dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
Pasal 14 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
|
||
|
a.
|
Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
|
|
|
b.
|
dari hasil
penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
|
|
|
c.
|
Wajib Pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
|
|
|
d.
|
pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
|
|
|
e.
|
pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur
pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
|
|
|
|
1.
|
identitas pembeli sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya; atau
|
|
|
2.
|
identitas pembeli serta nama
dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan
huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam
hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
|
|
f.
|
Pengusaha
Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau
|
|
|
g.
|
Pengusaha
Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
|
|
(2)
|
Surat Tagihan Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak.
|
||
(3)
|
Jumlah kekurangan pajak yang
terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
|
||
(4)
|
Terhadap pengusaha atau Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f
masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
|
||
(5)
|
Terhadap Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih
kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan
Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
||
(6)
|
Tata cara
penerbitan Surat Tagihan Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Surat Tagihan Pajak menurut ayat
ini disamakan kekuatan hukumnya dengan surat ketetapan pajak sehingga dalam hal
penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa.
Ayat (3)
Ayat ini mengatur pengenaan
sanksi administrasi berupa bunga atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan
karena:
a.
|
Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar; atau
|
b.
|
penelitian Surat Pemberitahuan
yang menghasilkan pajak kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan/atau
salah hitung.
|
Untuk jelasnya diberikan contoh
cara penghitungan sebagai berikut:
1.
|
Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar.
Pajak Penghasilan Pasal 25
tahun 2008 setiap bulan sebesar Rp100.000.000,00 jatuh tempo misalnya tiap
tanggal 15. Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2008 dibayar tepat waktu
sebesar Rp40.000.000,00.
Atas
kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut diterbitkan Surat Tagihan
Pajak pada tanggal 18 September 2008 dengan penghitungan sebagai berikut :
|
|||||||||
2.
|
Hasil
penelitian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi tahun 2008 yang
disampaikan pada tanggal 31 Maret 2009 setelah dilakukan penelitian ternyata
terdapat salah hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar
Rp1.000.000,00. Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat
Tagihan Pajak pada tanggal 12 Juni 2009 dengan penghitungan sebagai berikut:
|
Ayat (4)
Pengusaha Kena Pajak yang
tidak membuat faktur pajak maupun Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur
pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi faktur pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak.
Demikian
pula bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi melaporkannya
tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama.
Sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak
ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang terutang ditagih
dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 15 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
|
(2)
|
Jumlah kekurangan pajak yang
terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah
kekurangan pajak tersebut.
|
(3)
|
Kenaikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas
kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan
tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan.
|
(4)
|
Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat
diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat
puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam
hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
|
(5)
|
Tata cara penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 15
Ayat (1)
Untuk menampung kemungkinan
terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang ternyata telah
ditetapkan lebih rendah atau pajak yang terutang dalam suatu Surat Ketetapan
Pajak Nihil ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak
yang tidak seharusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam Jangka waktu 5 (lima) tahun setelah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak.
Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan merupakan koreksi atas surat ketetapan pajak
sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan baru diterbitkan
apabila sudah pernah diterbitkan surat ketetapan pajak. Pada prinsipnya untuk
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan perlu dilakukan
pemeriksaan. Jika surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan
pemeriksaan, perlu dilakukan pemeriksaan ulang sebelum menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Dalam hal surat ketetapan pajak
sebelumnya diterbitkan berdasarkan keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) huruf a, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan juga
harus diterbitkan berdasarkan pemeriksaan, tetapi bukan pemeriksaan ulang.
Dengan demikian, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului
dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru termasuk data
yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang
dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Sejalan dengan itu, setelah Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan sebagai akibat telah lewat waktu 12
(dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru termasuk
data yang semula belum terungkap. Dalam hal masih ditemukan lagi data baru
termasuk data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau data baru termasuk data yang
semula belum terungkap yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.
Yang dimaksud
dengan "data baru" adalah data atau keterangan mengenai segala
sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang
yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik
dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan
perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Selain itu, yang termasuk
dalam data baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data yang:
a.
|
tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta
lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan/atau
|
b.
|
pada waktu pemeriksaan untuk
penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data dan/atau memberikan
keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan
fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
|
Walaupun Wajib Pajak telah
memberitahukan data dalam Surat Pemberitahuan atau mengungkapkannya pada waktu
pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara
sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya
jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang
ditetapkan kurang dari yang seharusnya, hal tersebut termasuk dalam pengertian
data yang semula belum terungkap.
Contoh:
1.
|
Dalam Surat Pemberitahuan dan/atau laporan keuangan tertulis adanya biaya
iklan Rp10.000.000,00, sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri atas
Rp5.000.000.00 biaya iklan di media massa dan Rp5.000.000.00 sisanya adalah
sumbangan atau hadiah yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Apabila pada saat penetapan semula
Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak
melakukan koreksi atas pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah sehingga
pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, data mengenai
pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut tergolong data yang semula
belum terungkap.
|
2.
|
Dalam Surat Pemberitahuan dan/atau
laporan keuangan disebutkan pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa
disertai dengan perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian
pula pada saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak dapat meneliti
kebenaran pengelompokan dimaksud, misalnya harta yang seharusnya termasuk
dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan kelompok 3, tetapi dikelompokkan
ke dalam kelompok 2. Akibatnya, atas kesalahan pengelompokan harta tersebut
tidak dilakukan koreksi, sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung
secara benar. Apabila setelah itu diketahui adanya data yang menyatakan bahwa
pengelompokan harta tersebut tidak benar, maka data tersebut termasuk data
yang semula belum terungkap.
|
3.
|
Pengusaha Kena Pajak melakukan
pembelian sejumlah barang dari Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian
tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan faktur pajak.
Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usahanya, seperti pengeluaran untuk
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen, dan sebagian lainnya
tidak mempunyai hubungan langsung. Seluruh faktur pajak tersebut dikreditkan
sebagai Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli.
Apabila pada saat penetapan semula
Pengusaha Kena Pajak tidak mengungkapkan rincian penggunaan barang tersebut
dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak Masukan
tersebut oleh fiskus, sebagai akibatnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
tidak dapat dihitung secara benar. Apabila setelah itu diketahui adanya data
atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan
tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.
|
Ayat (2)
Dalam hal
setelah diterbitkan surat ketetapan pajak ternyata masih ditemukan data baru
termasuk data yang semula belum terungkap yang belum diperhitungkan sebagai
dasar penetapan tersebut, atas pajak yang kurang dibayar ditagih dengan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang kurang dibayar.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam hal
Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara berupa pajak berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan tetap dapat diterbitkan, ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilampaui.
Ayat (5)
Cukup jelas.