BAB V
KEBERATAN DAN BANDING
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 25 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
|
|
|
a.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar;
|
|
b.
|
Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan;
|
|
c.
|
Surat Ketetapan Pajak Nihil;
|
|
d.
|
Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar; atau
|
|
e.
|
pemotongan atau pemungutan
pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
|
(2)
|
Keberatan diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah
pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan
Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
|
|
(3)
|
Keberatan harus diajukan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau
sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
|
|
(3a)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang
masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan
disampaikan.
|
|
(4)
|
Keberatan yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat
(3a) bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
|
|
(5)
|
Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda
pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau
melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.
|
|
(6)
|
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau
pemungutan pajak.
|
|
(7)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
|
|
(8)
|
Jumlah pajak yang belum dibayar
pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) dan ayat (1a).
|
|
(9)
|
Dalam hal keberatan Wajib Pajak
ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
|
|
(10)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh
persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan.
|
Penjelasan Pasal 25
Ayat (1)
Apabila
Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau
pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
Keberatan yang diajukan adalah
mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau
pemotongan atau pemungutan pajak. Yang dimaksud dengan "suatu" pada
ayat ini adalah 1 (satu) keberatan harus diajukan terhadap 1 (satu) jenis pajak
dan 1 (satu) Masa Pajak atau Tahun Pajak.
Contoh:
Keberatan atas ketetapan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak 2008 dan Tahun Pajak 2009 harus diajukan masing-masing
dalam 1 (satu) surat keberatan tersendiri. Untuk 2 (dua) Tahun Pajak tersebut harus
diajukan 2 (dua) buah surat keberatan.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan "alasan yang menjadi dasar penghitungan" adalah alasan-alasan
yang jelas dan dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak, bukti
pemungutan, atau bukti pemotongan.
Ayat (3)
Batas waktu
pengajuan surat keberatan ditentukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan maksud agar Wajib Pajak
mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan surat keberatan beserta
alasannya.
Apabila
ternyata bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh
Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur),
tenggang waktu selama 3 (tiga) bulan tersebut masih dapat dipertimbangkan untuk
diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak.
Ayat (3a)
Ketentuan
ini mengatur bahwa persyaratan pengajuan keberatan bagi Wajib Pajak adalah
harus melunasi terlebih dahulu sejumlah kewajiban perpajakannya yang telah
disetujui Wajib Pajak pada saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pelunasan
tersebut harus dilakukan sebelum Wajib Pajak mengajukan keberatan.
Ayat (4)
Permohonan
keberatan yang tidak memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam
pasal ini bukan merupakan surat keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan
dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
Ayat (5)
Tanda
penerimaan surat yang telah diberikan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak
atau oleh pos berfungsi sebagai tanda terima surat keberatan apabila surat
tersebut memenuhi syarat sebagai surat keberatan. Dengan demikian, batas waktu
penyelesaian keberatan dihitung sejak tanggal penerimaan surat dimaksud.
Apabila
surat Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sebagai surat keberatan dan Wajib Pajak
memperbaikinya dalam batas waktu penyampaian surat keberatan, batas waktu
penyelesaian keberatan dihitung sejak diterima surat berikutnya yang memenuhi
syarat sebagai surat keberatan.
Ayat (6)
Agar Wajib
Pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan yang kuat, Wajib Pajak diberi hak
untuk meminta dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau
pemungutan pajak yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, Direktur Jenderal
Pajak berkewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut.
Ayat (7)
Ayat ini
mengatur bahwa jatuh tempo pembayaran yang tertera dalam surat ketetapan pajak
tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat
Keputusan Keberatan. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana
diatur dalam Pasal 19 tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar
pada saat pengajuan keberatan.
Ayat
(8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Dalam hal keberatan Wajib
Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan Wajib Pajak tidak mengajukan
permohonan banding, jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan,
dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak
melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen).
Contoh:
Untuk tahun
pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang
masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang
masih harus dibayar sebesar Rp200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi
sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan
keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian
keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi
sebesar Rp750.000.000,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi
administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai sanksi sesuai
dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x (Rp750.000.000,00 - Rp200.000.000,00) =
Rp275.000.000,00.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 26 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan.
|
(2)
|
Sebelum surat
keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau
penjelasan tertulis.
|
(3)
|
Keputusan Direktur Jenderal Pajak
atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak
atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
|
(4)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
keberatan atas surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1) huruf b dan huruf d, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat
membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
|
(5)
|
Apabila jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap
dikabulkan.
|
Penjelasan Pasal 26
Ayat (1)
Terhadap surat keberatan yang
diajukan oleh Wajib Pajak, kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama
diberikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktu
penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling lama 12
(dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima.
Dengan ditentukannya batas
waktu penyelesaian keputusan atas keberatan tersebut, berarti akan diperoleh
suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi
perpajakan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ayat ini mengharuskan Wajib
Pajak membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak dalam hal Wajib Pajak
mengajukan keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan secara jabatan. Surat
ketetapan pajak secara jabatan tersebut diterbitkan karena Wajib Pajak tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan meskipun telah ditegur secara
tertulis, tidak memenuhi kewajiban menyelenggarakan pembukuan, atau menolak
untuk memberikan kesempatan kepada pemeriksa memasuki tempat-tempat tertentu
yang dipandang perlu, dalam rangka pemeriksaan guna menetapkan besarnya jumlah
pajak yang terutang. Apabila Wajib Pajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran
surat ketetapan pajak secara jabatan, pengajuan keberatannya ditolak.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 26A (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Tata cara pengajuan dan
penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
|
(2)
|
Tata cara pengajuan dan
penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain,
mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
|
(3)
|
Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), proses keberatan tetap dapat diselesaikan.
|
(4)
|
Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau
keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat
pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum
diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi,
atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian
keberatannya.
|
Penjelasan Pasal 26A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Agar dapat
memberikan kesempatan yang lebih luas kepada Wajib Pajak untuk memperoleh
keadilan dalam penyelesaian keberatannya, dalam tata cara sebagaimana dimaksud
pada ayat ini diatur, antara lain, Wajib Pajak dapat hadir untuk memberikan
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 27 (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1).
|
(2)
|
Putusan
Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan
tata usaha negara.
|
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan
yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan
diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
|
(4)
|
Dihapus.
|
(4a)
|
Apabila diminta oleh Wajib Pajak
untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib
memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat
Keputusan Keberatan yang diterbitkan.
|
(5)
|
Dihapus.
|
(5a)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
banding, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar
pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak
tanggal penerbitan Putusan Banding.
|
(5b)
|
Jumlah pajak yang belum dibayar
pada saat pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a)
tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) dan ayat (1a).
|
(5c)
|
Jumlah pajak yang belum dibayar
pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang
sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.
|
(5d)
|
Dalam hal permohonan banding
ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan
Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
|
(6)
|
Badan
peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal 23 ayat
(2) diatur dengan undang-undang.
|
Penjelasan Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dihapus.
Ayat (4a)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Dihapus.
Ayat (5a)
Ayat ini mengatur bahwa bagi
Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang diajukan
banding tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan
Putusan Banding. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur
dalam Pasal 19 tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar pada
saat pengajuan keberatan.
Ayat (5b)
Cukup jelas.
Ayat (5c)
Cukup jelas.
Ayat (5d)
Dalam hal permohonan banding
Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, jumlah pajak berdasarkan Putusan
Banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan
harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding, dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak
tidak melunasi utang pajak tersebut. Di samping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud
pada ayat ini.
Contoh:
Untuk tahun
pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan jumlah pajak yang
masih harus dibayar sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang
masih harus dibayar sebesar Rp200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi
sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan
keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian
keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi
sebesar Rp750.000.000,00.
Selanjutnya Wajib Pajak
mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan besarnya
pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp450.000.000,00. Dalam hal ini
baik sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana
diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi administrasi berupa denda sebagaimana
diatur dalam Pasal 25 ayat (9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai
sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 100% x
(Rp450.000.000,00 - Rp200.000.000,00) = Rp250.000.000,00.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 27A (UU No. 28 Tahun 2007)
(1)
|
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan
peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang
masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali; atau
|
|
b.
|
untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.
|
(1a)
|
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga diberikan atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak
yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
|
|
|
a.
|
untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak;
|
|
b.
|
untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
|
|
c.
|
untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
|
(2)
|
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga diberikan atas pembayaran lebih sanksi administrasi berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau bunga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan
Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagai akibat diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib
Pajak.
|
|
(3)
|
Tata cara
penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan pemberian imbalan
bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal 27A
Ayat (1)
Imbalan bunga diberikan berkenaan
dengan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.
Ayat (1a)
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan pembetulan, pengurangan, atau pembatalan atas surat ketetapan pajak
atau Surat Tagihan Pajak yang keputusannya mengabulkan sebagian atau
seluruhnya, selama jumlah pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud
dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak telah dibayar menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24
(dua puluh empat) bulan.
Ayat (2)
Imbalan bunga juga diberikan
terhadap pembayaran lebih Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan
berdasarkan Pasal 14 ayat (4) dan Pasal 19 ayat (1) sehubungan dengan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, yang memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi berupa denda atau bunga.
Pengurangan
atau penghapusan yang dimaksud merupakan akibat dari adanya Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
tersebut, yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
Ayat (3)
Cukup jelas.